Hutan menjadi
bagian tak terpisahkan dalam cerita hidupku, bukan berarti identitasku adalah seorang
tarzan yang kalo ketemu dengan orang baru bilang “Haha huhu hubaaa...” *garuk kepala sambil jalan ala orang utan*
atau “auwoooo..!!!” setiap ketemu
akar pohon yang bergelantungan. Tapi... untuk teriak “auwooo..!!!” aku akui sering dilakukan saat masih di usia belia sehabis
pulang belajar menuntut ilmu di Sekolah Dasar menuju rumah, menyusuri jalan
setapak, melewati hutan dan menyebrangi sungai yang jembatannya hanya berupa
robohan kayu besar *bisa dibayangin donk*. Oleh karena itu aku suka menonton “Bolang”
yang mengingatkanku pada masa lalu yang seru dan penuh petualangan.
Sumber foto disini |
Masa kecilku banyak bermain dihutan (tapi gak setiap hari loh), seperti bermain perang-perangan (membuat pedang dari kayu), bermain tembak-tembakan dengan menggunakan bambu sebagai pistol dan buah talok sebagai peluru (istilahnya kalo di Dusunku dulu disebut Bedelan), dan masih banyak lagi permainan dan mainan yang bisa dibuat dari hasil hutan melalui kreatifitas serta imajinasi anak-anak kecil pada jaman itu, termasuk akulah didalamnya.
Foto Ilustrasi Kegiatan Nanggok Ikan (sumber foto disini) |
Saat aku kecil
pun, Nanggok ikan di sungai menjadi kegiatan rutin yang dilakukan jika memasuki
musim kemarau (Nanggok ikan adalah istilah di Dusunku untuk kegiatan menangkap
ikan di sungai saat musim kemarau dengan ketingginya air sungai hanya sekitar
lutut orang dewasa, dilakukan secara beramai-ramai menggunakan ember/baskom
sortir (bolong-bolong). Tentunya pada saat aku kecil yang aku ingat dan rasakan
itu adalah musim dan cuaca yang memang benar-benar konsisten. Kalian tau donk
dalam pelajaran Geografi di jelaskan bahwa Indonesia itu beriklim tropsi dan hanya
mempunyai 2 (dua) musim, yakni musim hujan dan kemarau. Dalam artian jika musim
hujan yang rutin cuaca bakalan mendung dan hujan hampir setiap hari (yah..
meskipun terkadang mendung tidak berati hujan), dan sebaliknya jika musim
kemarau maka cuaca panas dan air sungai mulai surut. Oleh karenanya kegiatan
rutin seperti Nanggok ikan di sungai sering dilakukan. Namun sekarang ketika
aku sudah beranjak dewasa #Ceileeh.. dan pulang ke Dusunku yang berada di
daerah Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Kegiatan seperti Nanggok Ikan
sudah jarang dilakukan di daerahku (re: informasi ini akurat karena didapat
langsung dari Emak).
Semua telah
berubah... bukan karena disebabkan oleh Negara Api, tapi sekarang Musim dan
Cuaca sedang tidak seiring dan sejalan, misalnya padahal sudah memasuki musim
kemarau tapi hujan turun dengan lebat, yang tadinya bulan A adalah bulan rutin
untuk kegiatan Nanggok ikan, malah bergeser ke bulan B, dan seterusnya hingga
tidak bisa diprediksi lagi kapan harus melakukan kegiatan Nanggok ikan itu
secara beramai-ramai. Padahal itu tradisi yang seru namun terpaksa perlahan
pudar. Dan hal itu disebabkan oleh efek pemanasan global yang berefek pada
perubahan iklim dan cuaca.
FOREST TALK WITH BLOGGER “MENUJU PENGELOLAAN HUTAN LESTARI”
Aku masih ingat
beberapa minggu lalu ada yang menginfokan digrup Blogger Palembang, bahwa akan
ada acara dalam bentuk talkshow interaktif dengan mengangkat tema “Menuju
Pengelolaan Hutan Lestari” yang dimotori oleh Yayasan Dr. Sjahrir dan The Climate
Reality Project Indonesia. Tentunya aku bersemangat untuk daftar dan menjadi
bagian acara tersebut. (and by the way
terima kasih untuk Mbak Travelerin yang udah bantuin aku daftar dikala
kesulitan daftar via HP karena sinyal, saat itu posisinya lagi touring di
Bangka).
Seperti yang
aku sampaikan sebelumnya bahwa hutan menjadi bagian tak terpisahkan dalam
cerita hidupku, salah satu alasannya juga adalah karena saat ini aku bekerja di
perusahaan yang bergerak di bidang Hutan Tanaman Industri, dan pastinya hidup
bersama “hutan” adalah sebuah keharusan. oleh karena itu aku sangat antusias
dengan acara tersebut.
Bertempat di Kuto
Besak Theatre Palembang (Sabtu/23 Maret 2019), pagi itu aku semangat mengikuti
dan menyimak talkshow interaktif yang diadakan oleh Yayasan Dr. Sjahrir dan The
Climate Reality Project Indonesia, organisasi nirlaba yang dibentuk untuk
meneruskan warisan Dr. Sjahrir (alm.) yang bergerak di bidang pendidikan,
kesehatan dan lingkungan.
Narasumber
pertama adalah Ibu Amanda Katili Niode selaku Manager Climate Reality
Indonesia, The Climate Reality Project Indonesia sendiri merupakan bagian dari The
Climate Reality Project yang berbasis di Amerika yang memiliki lebih dari 300
relawan di Indonesia yang fokus melakukan sosialisasi perubahan iklim dan
mendorong masyarakat untuk menjadi bagian dan solusi.
Ketika Ibu
Amanda memulai pemaparan, pada slide ke-2 langsung mempelihatkan kondisi iklim
yang ekstrim dan berbeda terjadi di 2 tempat, yakni Amerika dengan suhu -40
Celsius dan Australia +50 Celsius pada tahun yang sama. *mataku langsung
terbelalak dan antusias menyimak*.
Terjadinya
kejadian ekstrim tersebut pada satu waktu dikarenakan aktivitas yang berlebihan
dari manusia yang menyebabkan pemanasan global, mulai dari proses industri, kebakaran hutan,
tambang batubara, produksi minyak hingga transportasi mengakibatkan pemanasan
global yang berujung pada perubahan iklim.
SOLUSI MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM
Perubahan iklim
merupakan permasalahan terbesar karena sudah mengakibatkan berbagai bencana
yang tidak hanya menimbulkan kerugian alam, material, namun juga ikut memakan korban jiwa. Di tahun 2018, secara global
perubahan iklim menyebabkan cuaca ekstrim yang berdampak pada 60 juta orang. Sedangkan
untuk di Indonesia ada 2481 bencana dengan 10 juta orang yang menderita dan
mengungsi. Untuk itu, perlu solusi untuk menghadapi Perubahan Iklim yang
disebabkan oleh pemanasan global, melalui upaya Mitigasi dan Adaptasi.
Mitigasi merupakan
upaya memperlambat proses perubahan iklim global dengan mengurangi level
gas-gas rumah kaca di atmosfera dan mengurangi emisi dari kegiatan manusia. Seperti
menggunakan 100% energi terbarukan (tenaga angin, air, matahari dll), dan perusahaan-perusahaan
mobil yang menuju kendaraan listrik.
Sedangkan
Adaptasi merupakan upaya mengembangkan berbagai cara untuk melindungi manusia
dan ruang dengan mengurangi kerentanan terhadap dampak iklim dan meningkatkan
ketahanan terhadap perubahan iklim global. Seperti peralihan global ke pola
makan yang mengurangi daging dan menambah buah-buahan dan sayur-sayuran dapat
menyelamatkan 8 juta hidup manusia pada tahun 2050, serta dapat menghemat biaya
kesehatan dan kerusakan iklim US$1,5 Triliun.
PENTINGNYA FUNGSI HUTAN
Narasumber
kedua yaitu Ibu Atiek Widayati dari Tropenbos Indonesia, yang menyampaikan
perihal pengelolaan hutan dan lanskap yang berkelanjutan, isu seputar hutan,
penyebab serta dampak yang timbul.
Masih berkaitan
dengan penyebab perubahan iklim dari dampak pemanasan global, menjaga keberlangsungan
hutan adalah solusi terbaik yang ada saat ini dan Indonesia menjadi negara yang
ambil andil besar dalam upaya mengatasi perubahan iklim. Namun masih banyak
oknum yang belum sadar, dan tetap melakukan kegiatan alih fungsi hutan seperti pembalakan/penebangan
hutan / open akses untuk ladang / pertanian atau kebun masyarakat seperti karet
dan kelapa sawit. Dan pada akhirnya dari ulah manusia itu sendiri menimbulkan
dapat seperti bencana kebakaran, kabut asap, dan bencana banjir.
Tidak menutup
fakta bahwa alih fungsi hutan disisi lain diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan manusia, namun untuk menghidari dampak yang ditimbulkan
kedepan, maka upaya yang dibutuhkan untuk mengembalikan fungsi hutan melalui
pengelolaan lanskap berkelanjutan seperti konversi hutan menjadi pertanian /
perkebunan yang dikelola dengan konsep berkelanjutan.
Kita juga dapat
berperan secara langsung ataupun tidak lansung dalam upaya pelestarian hutan,
yakni dengan cara mendukung bentuk kegiatan / program atau aktivitas mendukung
pelesatarian hutan yang ada, mendukung hasi hutan bukan kayu, pemanfaatan jasa
ekosistem (hutan), mendukung ekonomi masyarakat tepi hutan dan mendukung
produksi / produk kayu berkelanjutan. Karena pada akhirnya kita masyarakat
jugalah yang akan merasakan manfaat terjaganya hutan / adanya hutan yang
lestari.
HUTAN, POHON DAN EKONOMI KREATIF
Ibu Murni Titi
Resdiana MBA dari Kantor Utusan Khusus Presiden Bidang Pengendalian Perubahan
Iklim menjadi narasumber selanjutnya dengan memaparkan besarnya potensi hasil
hutan bukan kayu di Indonesia. Aku sendiri lewat acara ini baru mengetahui
bahwa pohon bisa menjadi sumber serat, sumber pewarna alami, sumber bahan
kuliner, sumber bahan funiture, perabotan, kerajinan tangan, hingga produk
kecantikan (belum ketemu istilah produk kegantengan hehehe).
Salah satu
contohnya adalah produk Javara Indonesia yang merupakan hasil dari “alam”
dengan pengelolaan yang baik dan dikemas cantik dengan tetap menonjolkan sisi
kearifan budaya indonesia.
Dengan besarnya
potensi hasil hutan bukan kayu di Indonesia, diyakin mampu menciptakan ekonomi
kreatif yang siap bersaing, tentunya didukung dengan potensi ecoproduct yang
ada, pemberdayaan terhadap masyarakat, peningkatan keterampilan, dukungan
investor dan akses market.
PROGRAM PEMBERDAYAAN DESA
Narasumber terakhir
pada sesi talkshow yang diadakan oleh Yayasan Dr. Sjahrir dan The Climate
Reality Project Indonesia adalah Bapak Janudianto (Head of Social Impact &
Community Development - Corporate Social & Security Division) dari APP
Sinarmas yang fokus pada Membangun Desa Makmur Peduli Api (DMPA), sebuah program
pemberdayaan konservasi hutan, serta menjadi bentuk perusahaan dalam berperan
untuk pengelolaan hutan lestari. Serta program pemberdayaan desa yang bertujuan
dengan meningkatkan hasil produksi pertanian, perkebunan dan perikanan, agar
dapat membantu perekonomian masyarakat desa.
Melalui acara
ini, menjelaskan bahwa sangat penting menjaga kelestarian hutan kini dan untuk nanti.
Karena itu adalah langkah penting untuk meminimalisir dampak dari akibat
perubahan iklim yang terjadi sekarang. Support dari semua pihak diperlukan
untuk mendukung upaya menjaga kelestarian hutan, mulai dari Pemerintah, Civil
Society Organisations, Sektor Swasta, dan masih banyak lagi.
Setelah talkshow selesai, dilanjutkan dengan workshop berupa proses ecoprint pada kain dengan bahan alami oleh Galeri Wongkito, kemudian Mellin Gallery yang memanfaatkan limbah kayu sebagai usaha oleh-oleh khas Palembang berbahan dasar kayu.kemudian juga demo masak yang menjadi acara penutup yang digelar oleh Yayasan Dr. Sjahrir dan The Climate Reality Project Indonesia di Palembang.