Menelusuri Kota Tua Palembang
16.41.00
“Jangan
sekali-kali melupakan sejarah”, kalimat yang sering disingkat dengan “Jas
Merah” ini merupakan ungkapan secara verbal yang dilontarkan oleh orang nomor
satu diawal kemerdekaan Indonesia, Bung Karno. Terkandung makna tersirat dari
“Jas Merah” yakni mengajak kita untuk mengingat kebelakang dan menjadikannya
sebagai media pembelajaran bagi siapa saja.
Sejarah adalah
asal-usul. W.H. Walsh pun memberikan pengertian Sejarah itu menitikberatkan
pada pencatatan yang berarti dan penting bagi manusia. Catatan itu meliputi
tindakan-tindakan dan pengalaman-pengalaman manusia di masa lampau pada hal-hal
yang penting sehingga merupakan cerita yang berarti. Dengan adanya Sejarah, kita dapat mengetahui apa yang dulu pernah terjadi
di masa lampau.
Indonesia, sebagai eks jajahan kolonial Belanda yang menjajah nusantara
selama hampir 350 tahun banyak meninggalkan peradaban besar dan maha karya luar
biasa. Baik dari sistem hukum, pendidikan, pertanian, hingga peninggalan
bangunan khas Eropa yang bernilai artistik tinggi, kental dengan ornamen indah
nan menawan.
Palembang, sebagai salah satu kota eks jajahan kolonial belanda. banyak
diwarisi saksi-saksi bisu sejarah kehidupan masyarakat kota Palembang di zaman
tersebut. Diantaranya adalah gedung-gedung tua ala Eropa yang menghiasi
beberapa sudut kota Palembang.
Gedung-gedung tua khas arsitektur Eropa ini menjadi pesona tersendiri di
kota Palembang, selain indah dipandang mata juga memiliki nilai-nilai sejarah.
Diantaranya adalah Gedung kantor walikota yang dahulunya adalah kantor ledeng,
tempat menampung air bersih untuk didistribusikan ke wilayah kota ini masih
berdirih kokoh dan terawat.
Kantor ledeng ini dibangun pada masa walikota Palembang dijabat Ir.
R.C.A.F.J Le Cocq d Armandville. Berada di sekitar jalan Tasik saat ini.
Pembuatan gedung ini menghabisakna +/- 1 ton emas. Bangunan ini dibangun pada
tahun 1928 dan selesainya pada tahun 1931, didirikan dengan gaya de stijl (gaya
bentuk yang abstrak namun sederhana seperti garis dalam horizontal dan vertikal).
Bangunan ini dijadikan kantor Syuco-kan (kantor Residen) dan terus dimanfaatkan
sebagai balai kota sampai tahun 1956. Bangunan kator walikota Palembang sejak
awal telah digunakan sebagai pusat pemerintahan Gemeente (kotamadya) Palembang.
Meskipun beberapa gedung peninggalan ada yang terawat dengan baik, namun
sebagian ada juga yang terbengkalai dimakan usia. Seperti bangunan eks Kantor van
Jacobson van Den Berg.
Kantor ini merupakan salah satu bangunan tua sisa kolonial Belanda yang
berada di jalan Sekanak tepat di persimpangan Balai Pertemuan (kini kantor Pol
PP). Sayangnya bangunan eks kantor Jacobson van Den Berg ini kurang mendapat
perhatian dari pemerintah. Keberadaan kantor
ini di Palembang belum diketahui kapan pastinya berdiri, namun fungsi dari
gedung ini bergerak dibidang asuransi dan perdaganagn (ekspor-impor), termasuk
membentuk kongsi di Palembang untuk pembelian karet dan kopi.
Selain bangunan eks kantor van Jacobson van Den Berg, masih banyak lagi
nasib serupa yang dialami gedung-gedung tua ala Eropa tersebut. Seperti keberadaan
gedung-gedung tua arsitektur Belanda di wilayah Tangga Buntung, yang
keberadaannya tidak jauh dari Jembatan Ampera.
Teringat saat aku mengantarkan teman kampusku pulang didaerah Tangga
Buntung, sembari memperhatikan gedung-gedung tua di sisi jalan yang masih kokoh
berdiri namun kelihatannya kurang terawat, karena warna dari gedung tersebut
yang kusam.
Tak jauh dari Jembatan Ampera, masih banyak ditemui bangunan berarsitektur ala
Eropa. Disektaran pasar 16 ilir. Gedung-gedung tua itu masih digunakan namun
sayangnya tidak dirawat dan dibiarkan warnanya mengusang dimakan waktu.
Palembang memang menyimpan pesona yang bersejarah dibalik gedung-gedung tua
pelinggalan Belanda yang masih berdiri kokoh. Namun tidak seperti halnya
Jakarta maupun Semarang yang memiliki wilayah kota tua yang terpusat, di
Palembang bangunan-bangunan tua tersebut tersebar di sudut-sudut kota, tak
jarang ada bangunan yang tidak terawat dan hancur menjadi kenangan belaka dari
nenek ataupun kakek yang menceritakan kemegahan gedung-gedung tua ala Eropa ke
cucunya.
Tak ayal jika kita berfikir menganggap gedung itu layaknya manusia, pasti
gedung-gedung tersebut akan menjerit sekeras-keras agar suaranya didengar. Namun
apalah daya, gedung-gedung tua itu hanya benda mati yang menjadi saksi bisu
sejarah perkembangan kota Palembang.
Walaupun banyak para pecinta budaya yang ingin menghidupkan kembali
bangunan klasik di Kota Palembang, namun banyak terkendala oleh berbagai hal.
Harapan kedepan, semoga gedung-gedung tua ini dapat dimanfaatkan sebagai aset
kota Palembang untuk kebudayaan dan dikelolah dengan baik karena memiliki nilai
hitoris tersendiri. Selain itu pemerintah juga memperhatikan dengan menjaga
bangunan tersebut agar tetap terawat dengan UU tentang benda cagar budaya. Masyarakat
setempat juga harus apresiatif terhadap warisan dari kolonial belanda tersebut,
agar terciptanya pesona Palembang yang dijuluki Venesia dari Timur.
4 komentar
Masih banyak bangunan bersejarah di kota Palembang yang bahkan telah rata dengan tanah, bahkan mengalami perubahan total .. seperti Bioskop Majestic yang sekarang menjadi Pasaraya JM, Gereja Santo Yosep (depan Charitas) yang telah berubah arsitektur bangunannya, Nederlandsche Handels Maatschappij perseroan perdagangan milik Belanda yang telah berubah menjadi Bank Mandiri samping Cinde, Hotel Musi yg sekarang menjadi Sriwijaya Sport Centre, Hotel Smith (Sehati) yg sekarang menjadi Kantor Ditjen Pajak Palembang di Jl Wahidin, Bioskop Oriental yang menjadi kantor Dinas Pendapatan Daerah, masih banyak lagi.. dan ada juga yg masih berdiri, seperti dalam tulisan anda, Rumah Panjang di sekitaran KI, Gereja Siloam, teater Gembira di Lemabang dan masih banyak lagi ..
BalasHapuswah mas hebat bener :D salut... saya aja cuman tau beberapa bagian saja...
Hapushotel musi bukan nya jd kantor bkd ya? hotel smith /hotel sehati ada yg tau data nya gak?
BalasHapuskayaknya emang jadi sriwijaya sport center deh
Hapus