Poligami
04.18.00
DASAR POLIGAMI
1.Al-Quran
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974,
3. PP Nomor 9 Tahun 1975,
4. PP Nomor 10 Tahun 1983 dan
5. PP Nomor 45 Tahun 1990
AL-QURAN
QS. AN-NISAA : 3
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya.”
Al-Qur’an surat An-Nisaa’ [4]: 129
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di
antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena
itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu
biarkan yang lain terkatung-katung...”
UU Nomor 1 Tahun 1974
Pasal 3 ayat (2), yang menyatakan bahwa "Pengadilan
dapatmemberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang
apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan".
UU Nomor 1 Tahun 1974 memperbolehkan poligami asalkan
syarat-syarat tertentu dipenuhi. Seorang suami yang ingin berpoligami harus
mengajukan permohonan kepada Pengadilan (Pasal 4:1).
ijin untuk menikah lagi dapat diberikan jika salah satu dari
syarat alternatif dipenuhi Pasal 4 ayat (2):
a. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;
b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan;
c. istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Selain memenuhi salah satu syarat tersebut, semua syarat
kumulatif di bawah harus dipenuhi Pasal 5 ayat(1):
a. adanya persetujuan dari istri/istri-istri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin
keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka;
c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap
istri-istri dan anak anak mereka.
PP Nomor 10 tahun 1983 pejabat dari PNS yang bersangkutan
akan memberikan ijin apabila ternyata :
1. Tidak bertentangan dengan ajaran atau peraturan agama
yang dianut oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
2. Memenuhi syarat alternatif dan semua syarat komulatif
3. Tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
4. Tidak bertentangan dengan akal sehat.
5. Tidak ada kemungkinan mengganggu tugas kedinasan yang
dinyatakan dalam surat keterangan atasanlangsung Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan, serendah-rendahnya pejabat eselon IV atau setingkat dengan itu.
PP Nomor 10 Tahun 1983 mempersulit Pegawai Negeri Sipil
(PNS) untuk terlibat dalam perkawinan poligami. PNS laki-laki yang mau
berpoligami dan PNS perempuan yang mau menjadi istri kedua/ketiga/keempat
seorang yang bukan PNS harus memperoleh ijin dari pejabat (Pasal 4:1 & 3).
PNS perempuan tidak boleh menjadi istri kedua/ketiga/keempat seorang PNS (Pasal
4:2).
PP Nomor 45 Tahun 1990 merupakan revisi PP Nomor 10 Tahun
1983. Pada bulan Desember 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta PP
tersebut direvisi kembali supaya peraturan yang ada tentang poligami mencakup
bukan hanya PNS tetapi juga pejabat negara, pejabat pemerintah dan masyarakat
umum. Presiden Republik Indonesia juga berencana memperketat sanksi kepada
pelanggar PP
POLIGAMI SEBAGAI BENTUK PENGUNGGULAN LAKI-LAKI TERHADAP
PEREMPUAN
Poligami pada hakekatnya merupakan bentuk pengunggulan kaum
laki-laki dan penegasan bahwa fungsi istri dalam perkawinan adalah hanya untuk
melayani suami. Ini bisa terlihat dari alasan yang dapat dipakai oleh
Pengadilan Agama untuk memberi izin suami melakukan poligami (karena istri
cacat badan, tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri dan tidak dapat
melahirkan keturunan).
Dampak yang umum terjadi terhadap istri yang suaminya
berpoligami:
a. Timbul perasaan inferior, menyalahkan diri sendiri, istri
merasa tindakan suaminya berpoligami adalah akibat dari ketidakmampuan dirinya
memenuhi kebutuhan biologis suaminya.
b. Ketergantungan secara ekonomi kepada suami. Ada beberapa
suami memang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya. Tetapi seringkali pula
dalam prakteknya, suami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri
dan anak-anaknya terdahulu. Akibatnya istri yang tidak memiliki pekerjaan akan
sangat kesulitan menutupi kebutuhan sehari-hari.
c. Hal lain yang terjadi akibat adanya poligami adalah
sering terjadinya kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan fisik, ekonomi,
seksual maupun psikologis.
d. Yang paling mengerikan, kebiasaan berganti-ganti pasangan
menyebabkan suami/istri menjadi rentan terhadap penyakit menular seksual (PMS)
dan bahkan rentan terjangkit virus HIV/AIDS.
e. Selain itu, dengan adanya poligami, dalam masyarakat
sering terjadi nikah di bawah tangan, yaitu perkawinan yang tidak dicatatkan
pada kantor pencatatan nikah (Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama).
Perkawinan yang tidak dicatatkan dianggap tidak sah oleh negara, walaupun
perkawinan tersebut sah menurut agama. Bila ini terjadi, maka yang dirugikan
adalah pihak perempuannya karena perkawinan tersebut dianggap tidak pernah
terjadi oleh negara. Ini berarti bahwa segala konsekwensinya juga dianggap
tidak ada, seperti hak waris dan sebagainya.
KEWAJIBAN SUAMI YG BERPOLIGAMI
Pasal 5 ayat 1 (point b) UU no.1/1974 menyebutkan: salah
satu syarat yang harus dipenuhi suami agar permohonan poligaminya disetujui
Pengadilan adalah adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin
keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.
Pasal 41 (poin c dan d) Peraturan Pemerintah RI No. 9/1975
tentang Pelaksanaan UU No.1/1974 juga menyebutkan bahwa Pengadilan dapat
memeriksa ada atau tidak adanya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup
istri-istri dan anak-anak, dengan memperlihatkan:
a. surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditanda-
tangani oleh bendahara tempat suami bekerja ; atau
b. surat keterangan pajak penghasilan, atau;
c. surat keterangan lain yang dapat diterima Pengadilan.
pasal 42 ayat 1 PP No.9/1975…Pada saat proses pemeriksaan
atas penghasilan suami, istri harus hadir Pasal 34 (ayat 1) UU No.1/1974
yang mengatur masalah hak dan kewajiban suami istri menyebutkan: Suami wajib
melindungi istrinya dan memberikan segala keperluan hidup berumahtangga sesuai
dengan kemampuannya.
PP No. 9/1974 pasal 41 poin d yang pada intinya menyatakan
bahwa istri dapat meminta agar Pengadilan juga memeriksa ada atau tidak adanya
jaminan bahwa suami akan berlaku adil memenuhi kewajibannya dengan
memerintahkan suami membuat surat pernyataan atau janji secara tertulis.
Jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri
dan anak-anak mereka dapat ditunjukkan dengan membuat surat pernyataan atau
janji dari suami (pasal 41 poin d, PP No. 9/1975).
PROSES BERACARA BERPOLIGAMI
Adapun proses dalam acara pengadilan
agama dimana dalam pemeriksaan pengadilan harus memanggil dan mendengar istri
yang bersangkutan. Pemeriksaan pengadilan untuk itu dilakukan oleh hakim
selambat-lambatnya 30 hari setelah diterima surat permohonan beserta
lampiran-lampirannya. Apabila pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi
pemohon untuk beristri lebih dari satu maka pengadilan memberikan putusannya
yang berupa ijin untuk beristri lebih dari seorang.
4 komentar
jadi Maman nak poligami caknyo ye ??
BalasHapusjika diizinkan hihihi mau donk :D
Hapusmungkin mas tertarik poligami nih? :D
BalasHapuskunjungan perdana
hahaha.. semoga satu aja cukup :)
Hapusselamat datang